Selamat datang di doumy's blog, semoga isi pada blog ini bermanfaat bagi anda. Terimakasih! ||| welcome to doumy's blog, i hope contents in this blog usefull for you. Thanks! -----Menggagas Kesadaran Beridiologi Islam----- Selamat datang di doumy's blog, semoga isi pada blog ini bermanfaat bagi anda. Terimakasih! ||| welcome to doumy's blog, i hope contents in this blog usefull for you. Thanks!

Selasa, 11 November 2008

Islam, Agama dan Ideologi

Oleh: Iwan Doumy
Pendahuluan

Tak seorang pun di muka bumi ini yang menolak penyebutan Islam sebagai sebuah agama. Menurut KBBI, agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kandungan ajaran Islam memang memenuhi pengertian umum dari agama yang mengakomodasi hubungan ciptaan dengan sang Pencipta. Tata aturan dalam menjalin hubungan vertikal dengan sang pencipta memang menjadi unsur yang esensial dalam ajaran Islam. Sehingga sangat tepat penyebutan Islam sebagai sebuah agama.

Berabad-abad sudah Islam eksis sebagai agama yang memiliki komunitas yang besar di dunia. Pemeluknya mencapai 1,512,655,647 (1,5 milyar lebih) dari 6,735,318,162 penduduk dunia (http://xist.org/default1.aspx). Hal ini adalah implikasi keberadaan imperium Islam yang eksistensinya mencapai 14 abad sebelum berakhir pada tahun 1924 M di Turki. Meskipun demikian, Islam tidak berkahir sebagaimana imperiumnya. Islam tetap dipegang teguh pemeluknya sebagai sebuah keyakinan yang diterapkan pada ranah individu.


Dimensi Ajaran Islam

Sebagian besar umat manusia memahami agama seperti pengertian di atas. Mungkin secara umum kita bisa saja memiliki pemahaman seperti itu. Namun , ketika sudah menjadikan Islam sebagai objek pembahasan maka pengertian agama yang demikian tidak bisa digunakan untuk memaknai Islam. Perlu dipahami bahwa pengertian yang demikian adalah pengertian yang bersumber dari pemikiran yang sekuleris yang digunakan kaum Barat. Abdul Aziz Thaba (Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru hal. 33) menyebutkan pengertian agama dalam kamus Barat, hanya menyangkut hubungan privat antara manusia dengan Tuhan, dan tidak berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Kalaupun mengatur hubungan antar manusia, agama hanya mengatur pada aspek yang terbatas, misalnya ibadah ritual (worship) dan akhlak (moral), tidak mengatur seluruh aspek kehidupan secara total dan menyeluruh.

Sebuah hal yang wajar pengertian agama seperti itu muncul dikarenakan studi kasus yang digunakan adalah ajaran Kristen (Nasrani) yang tidak memiliki kompleksitas untuk mengatur kehidupan.

Berbeda dengan Islam, karakteristik khas dari Islam yang kontradiksi dengan pengertian Barat tersebut terletak pada ruang lingkup ajaran yang lebih luas tidak sebatas hubungan dengan tuhan pada tataran aktifitas ritual. Ruang lingkup tersebut berkenaan dengan aturan hubungan dengan Pencipta (aqidah dan ibadah mahdloh), hubungan dengan dirinya sendiri (akhlak, makanan, pakaian), dan hubungan dengan sesama manusia (muamalah dan uqubat). Ketiga cakupan itu jika diilustrasikan dalam wawasan geometri berdimensi 3(keruangan) maka sumbu-x sebagai ranah hubungan dengan diri sendiri, sumbu-y sebagai ranah hubungan sesama manusia dan sumbu-z sebagai ranah hubungan dengan pencipta.

Dengan ruang lingkup tersebut menyebabkan Islam memiliki solusi yang infinit (takhingga) dalam menanggapi berbagai permasalahan yang terjadi. Tak ada satupun persoalan hidup yang terjadi pada manusia, kecuali Islam telah menjelaskan tata aturannya. Sebagaimana firman-Nya:

“Dan telah Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al-Kitab (Al Qur`an) menjelaskan segala sesuatu.” (QS An Nahl : 89)

Al-Quran sebagai salah satu sumber hukum Islam tidak hanya menjelaskan tentang ibadah tetapi juga menjelaskan berbagai hal seperti ekonomi, sosial, politik, sains, serta strategi militer misalnya ayat-ayat berikut,

"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS Al Baqarah : 275).

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (QS An Nisa : 59).

“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang” (QS Ibrahim : 33).

Ayat-ayat diatas adalah sebagian kecil dari ajaran Islam yang menguatkan bahwa kita bahwa Islam sangat compatible untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan. Sangat naif jika Islam dimaknai dengan pemahaman sekuleris yang membatasi peran agama sebatas hubungan dengan Pencipta sehingga terjadi reduksi dan distorsi terhadap ajaran Islam. Oleh sebab itu, guna mengkontruksi kembali ajaran Islam yang universal Islam harus disebut sebagai ideologi.

Menurut siddiq al-Jawi, kata “ideologi” yang dirangkaikan dengan “Islam” bukan sekedar menarik secara leksikal dan gramatikal, namun memiliki substansi makna yang dalam dan fundamental. Melalui penyematan Islam sebagai ideologi telah menghancurkan pemahaman sekuleris yang memisahkan kehidupan keagamaan dan kehidupan keduniawian.

Islam Sebagai Ideologi

Pada kenyataannya, pemaknaan Islam sebagai sebuah ideologi belum familiar bagi sebagian orang terutama umat Islam. Bahkan ada yang menolak hal tersebut disebabkan oleh mainstream berfikir sekuler yang telah merasuki benak mereka. Islam sebagai ideologi yang secara tersirat telah dimaknai pada masa-masa awal Islam datang terlihat dari peletakan dasar-dasar akidah dan pengaturan kehidupan bernegara oleh Rasulullah SAW.

Sebelum lebih jauh untuk menelaah Islam sebagai ideologi, terlebih dahulu kita mengetahui pengertian dari ideologi itu sendiri. Secara harfiah, kata idelogi bukan berasal dari Islam. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, idea dan logos; Idea berarti gagasan, sedangkan logos berarti pengetahuan. Dalam istilah politik, ideologi adalah sistem ide yang menyangkut filsafat, ekonomi, politik, kepercayaan sosial dan ide-ide. Atau dalam ungkapan yang lebih sederhana bisa didefinisikan dengan pemikiran yang mendasar, yang tidak dibangun berdasarkan pemikiran lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:366), ideologi ialah : (1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, (2) cara berpikir seseorang atau suatu golongan, (3) paham, teori, dan tujuan yang berpadu merupakan suatu kesatuan program sosial politik. Menurut Steven Vago dalam Social Change (1989:90), ideologi ialah “a complex belief system that explains social arrangements and relationship.” (suatu sistem kepercayaan/keyakinans yang menerangkan pengaturan dan hubungan sosial). Dalam Collins Dictionary of Sociology (Jary, 1991:295), ideologi ialah “any system of ideas underlying and informing social and political action.” (suatu sistem pemikiran yang mengatur dan menginformasikan aksi sosial dan politik) (Haedar Nashir, 2001:30).

Sedangkan M.M. Ismail dalam Al-Fikr Al-Islami (1958). Ideologi (Arab : mabda`) adalah “al-fikru al-asasy tubna alaihi afkaar”, yakni pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran mendasar ini disebutnya aqidah, yang merupakan pemikiran menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan.

Itulah beberapa pengertian dari ideologi (dalam bahasa Arab disebut mabda) dan jika disimpulkan bahwa unsur pembentuk ideologi adalah ide dasar yang khas kemudian dari ide tersebut terjadi diferensiasi membentuk tata aturan serta memiliki sistem operasional.

Secara khusus Hafidz Abdurrahman (2004:17), menyebutkan bahwa Islam adalah agama yang meliputi akidah dan syariah. Akidah yang dimaksud adalah keyakinan terhadap rukun iman yang 6 sedangkan syariah adalah kumpulan hukum syara’ yang mengatur seluruh dimensi kehidupan manusia.

An-Nabhani (2001:22), memberikan batasan yang jelas terhadap unsur pembentuk ideologi yaitu fikroh (ide) dan thariqoh (metode). Fikroh yang dimaksud adalah sekumpulan konsep/pemikiran yang terdiri dari dari dua unsur : (1) aqidah, yaitu pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, dan (2) solusi terhadap masalah manusia. Sedangkan thariqoh merupakan metodologi penerapan ideologi secara operasional (praktis) terdiri dari : (1) penjelasan cara melaksanakan solusi terhadap masalah, (2) cara penyebarluasan ideologi, dan (3) cara pemeliharan aqidah.

Penutup

Paparan di atas menggiring kita untuk memandang Islam bukan sekedar agama seperti agama-agama lain. Sehingga dengan substansi yang terkandung dalam ajaran Islam pantaslah Islam disebut sebagai ideologi bukan sekedar agama dengan makna sempit (spiritual). Konsekuensi pemahaman Islam ideologi adalah dorongan untuk mengemban ideologi Islam yang direalisasikan melalui sebuah institusi negara (daulah). Untuk menuju hal tersebut perlu perubahan yang revolusioner (inqilabi) yang dilakukan melalui perjuangan pemikiran dan politik sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. ketika melakukan revolusi masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam. Wallahu’alam.[]