Selamat datang di doumy's blog, semoga isi pada blog ini bermanfaat bagi anda. Terimakasih! ||| welcome to doumy's blog, i hope contents in this blog usefull for you. Thanks! -----Menggagas Kesadaran Beridiologi Islam----- Selamat datang di doumy's blog, semoga isi pada blog ini bermanfaat bagi anda. Terimakasih! ||| welcome to doumy's blog, i hope contents in this blog usefull for you. Thanks!

Selasa, 22 Desember 2009

Pernyataan Sikap Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus Tentang Skandal Bank Century


HENTIKAN PERAMPOKAN UANG RAKYAT!
Rumus baku ekonomi kapitalisme, rakyat adalah sapi perah yang selalu menjadi korban. Kasus skandal Bank Century yang mencuat akhir-akhir ini merupakan salah satu fonomena yang kelihatan. Dana talangan atau bailout Rp. 6,7 Triliun yang pemerintah gelontorkan untuk Bank berstatus “gagal dan berdampak sistemik” itu milik siapa? Uang rakyat bukan?

Apakah bank yang sebenarnya terkategori sebagai bank kecil ini layak di-bailout? Jawabannya, tidak. Mengapa? Karena bangkrut atau gagalnya bank itu (yang ditandai dengan CAR di bawah 8 %) justru diakibatkan kejahatan pihak bank itu sendiri yang telah merampok uang nasabahnya (baca: rakyat) dengan cara menipu, membuat perusahaan fiktif seperti PT Antaboga Delta Sekuritas dan menyalurkan dana nasabahnya ke perusahaan fiktif tersebut. Dana itu pun dibawa kabur entah kemana. Karuan saja, dana nasabah ini tidak dapat dikembalikan. Belakangan diketahui, perusahaan fiktif tersebut sebenarnya milik pemegang saham Bank Century sendiri.


Jadi, jika nyatanya Bank Century telah melakukan kejahatan perampokan dana nasabahnya sendiri, mengapa pemerintah tetap keukeh memberikan bailout? Ada rumor yang menyatakan, bukan saja konglomerat pemilik Bank Century yang berkepentingan terhadap dana bailout itu, namun ada juga konglomerat lain yang kebetulan menjadi nasabah Bank Century agar uang yang sudah terlajur diinvestasikan di Bank tersebut aman dan dapat mereka tarik kembali. Dalam hal ini, penguasa sudah berselingkuh dengan para konglomerat tersebut dan untuk itu rakyatlah yang dikorbankan.

Jalan Berliku Skandal Bank Century

Permasalahan Bank Century ini sesungguhnya dimulai sejak awal pendiriannya. Diketahui, Bank CIC dan Bank Picco yang kemudian bermerger dengan Bank Danpac menjadi Bank Century adalah bank bermasalah. Bank CIC dan Bank Picco meninggalkan surat berharga tak berperingkat (alias bodong tidak dapat dicairkan) dan kredit macet total sebanyak US$ 220 Miliar. Dengan alasan telah dijamin oleh pemilik Bank melalui penyediaan uang cash senilai itu pula, pihak BI meloloskan proses merger ketiga Bank itu menjadi Bank Century.

Jika asumsi dasarnya beberapa bank merger menjadi satu bank adalah untuk memperbaiki kondisi bank tersebut, ternyata tidak terjadi pada kasus Bank Century ini. Terdapat keganjilan saat Bank Century sudah beroperasi selama 1 tahun, laporan mereka tertanggal 28 Desember 2005 menunjukkan CAR negatif 132,5%. Sepanjang riwayat Bank Century beroperasi tercatat beberapa kali nilai CAR mereka minus. Bahasa sederhananya, pada saat itu Bank Century sudah tidak punya modal apa pun untuk menjamin aset nasabah mereka secara keseluruhan.

Permasalahan lain terjadi saat Bank Century mengajukan permohonan FPJP (Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek) pada BI senilai Rp 1 Triliun pada 30 Oktober 2008. Pada awalnya pengajuan ini ditolak karena tidak memenuhi ketentuan Peraturan BI (PBI) no. 10/26/PBI/2008 yang mensyaratkan CAR minimal 8% untuk mendapatkan FPJP. Ajaibnya, pada tanggal 14 November 2008, BI mengubah PBI mengenai syarat pemberian FPJP dari semula CAR minimal 8% menjadi CAR minimal positif. Hal ini diduga dilakukan agar permohonan FPJP Bank Century dapat diterima (karena CAR Bank Century per September 2008 hanya posistif 2,35%).

BI akhirnya mencairkan FPJP pada Century total keseluruhan Rp 689 Miliar. Padahal CAR Bank Century pada 30 Oktober 2008 (sebelum persetujuan FPJP) sudah dalam keadaan negatif 3.53%. Hal ini berarti bahwa Bank Century seharusnya tidak layak untuk mendapatkan FPJP, akan tetapi gubernur BI pada saat itu terus saja memberikan FPJP senilai Rp 689,39 Miliar.

Pada masa pengawasan khusus yang dimulai sejak 6 November 2008, BI meminta Bank Century untuk tidak mengijinkan penarikan dana dari rekening simpanan milik pihak uang terkait dengan bank dan atau pihak lain yang ditetapkan BI sesuai dengan PBI No 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank sebagaimana diubah dengan PBI No.7/38/PBI/2005. Namun sesuai temuan BPK, ada penarikan oleh pihak terkait sebesar Rp. 454,898 Miliar, US$ 2,22 Juta, AU$ 164,81 Ribu dan SG$ 41,18 Ribu. Diduga, ada pihak yang berwajib yang berperan dalam penarikan dana sebanyak itu. Dari sinilah awal mula kasus “cicak versus buaya” yang sempat ramai diberitakan media beberapa waktu lalu. Hal ini menjadi indikasi berikutnya terkait dengan perselingkuhan penguasa dan konglomerat.

Pada tahap pengambilan keputusan bailout terhadap Bank Century pun menuai masalah. Pada rapat konsultasi KSSK tanggal 20 November 2008 yang dipimpin oleh Menteri Keuangan sebagai Ketua KSSK dan Gubernur BI sebagai anggotanya. Dalam notulensi rapat ini diketahui terjadi perdebatan mengenai status Bank Century apakah termasuk bank gagal berdampak sistemik ataukah tidak. Pihak yang paling ngotot menyatakan Bank Century sebagai bank gagal dan berdampak sistemik sehingga perlu dibailout adalah Gubernur BI. Hal ini yang dikemudian hari menjadi perdebatan oleh banyak kalangan.

Akhirnya rapat memutuskan untuk membailout Bank Century. Keputusan rapat ini ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi pada tanggal 21 November 2008 pukul 05.30 s.d selesai yang dihadiri juga oleh Menteri Keuangan dan Gubernur BI ditambah dengan Ketua Dewan Komisioner LPS. LPS ditugasi menyalurkan dana bailout yang awalnya sebesar Rp. 632 Miliar dan membengkak menjadi Rp. 6,7 Triliun. Pembengkakan dana bailout ini terjadi karena untuk memenuhi batas minimal CAR 8%. Padahal, peraturan LPS menyatakan hanya menjamin dana nasabah di bawah Rp. 2 Miliar.

Celakanya, dana bailout Rp. 6,7 Triliun itu tak semuanya disalurkan pada jalur yang semestinya. Ditengarai sebagian besar dana mengalir ke rekening partai tertentu untuk kepentingan pemilu presiden beberapa waktu yang lalu.

Berdasar fakta-fakta di atas, Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus menyatakan:

1. Perampokan uang rakyat sebesar 6,7 Triliun yang dilakukan oleh pejabat Negara merupakan bukti bahwa Negara ini tidak peduli dengan nasib rakyat yang sudah sekarat. Karena itu BKLDK menyerukan kepada seluruh komponen rakyat untuk segera meninggalkan pemerintahan ini, tidak lagi mempercayai perkataan mereka dan seluruh hukum beserta sistemnya sebab hanya akan berakhir dengan kekecewaan.

2. Menyeru kepada seluruh komponen rakyat untuk menolak segala bentuk pengaruh asing yang kejam dan ganas. Pemberian bail-out kepada sektor swasta merupakan resep standar ala Washington Consensus, yang menjadi rumus standar IMF dalam menyelesaikan permasalahan modal swasta, yaitu negara yang harus menanggung beban pembiayaan dan permodalan bagi sektor swasta yang bangkrut. Tentu saja pembiayaan ini pada akhirnya dibebankan kepada rakyat melalui pembayaran pajak. Inilah yang menyebabkan sistem ekonomi Kapitalisme terus dipertahankan oleh para pemilik modal dan penguasa, karena sangat menguntungkan mereka agar dapat terus hidup mewah melalui uang hasil “rampokan” perbankan yang sekarat.

3. Satu-satunya pilihan hidup bagi seluruh rakyat saat ini adalah menghentikan penerapan ekonomi kapitalisme yang sangat menyengsarakan diganti dengan system ekonomi yang membawa rahmat bagi sekalian alam yakni system ekonomi Islam.

4. Perampokan uang rakyat ini sekali lagi menjadi bukti, bahwa sistem sekuler dan rezim korup yang tengah berkuasa memang tidak bisa dipercaya. Sebagai gantinya, harus tegak sistem Islam dengan penguasa yang amanah, karena hanya dengan cara itu saja Indonesia akan benar-benar bersih dari rezim yang korup dan sistem yang korup. Itulah sistem Islam yang diterapkan secara kaffah oleh seorang Khalifah.

CP: Fikri (087884960795)
Badan Eksekutif Kornas BKLDK